Rabu, 19 Oktober 2016

Ulama,,, Tapi Tak Diharapkan Umat


Ulama merupakan sosok yang memiliki peran penting dalam Islam. Mereka adalah pewaris yang menyampaikan kebenaran Islam. Melalui mereka, petunjuk Islam tersebar ke seluruh penjuru bumi, ilmu-ilmu Islam terwariskan antar generasi. Bagaikan lentera yang menyinari, membimbing umat kepada jalan yang Allah ridhai.

Kehidupan mereka sangat sederhana dan sangat bersahaja, tidak mau berdekatan dengan para penguasa. Apalagi mengikuti keinginan mereka dalam berfatwa, sehingga demi sebuah kebenaran tak sedikit di antara mereka yang harus rela dirinya disiksa. Maka, wajarlah jika Islam benar-benar memuliakan mereka dengan menyebut, “Para ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. Tirmidzi)

Lebih dari itu, Allah SWT juga mengangkat derajat mereka sesuai dengan ilmu dan keimanan mereka. Hal itu tidak lain karena besarnya pengaruh dan manfaat yang mereka berikan kepada umat. Allah SWT berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Al-Mujadilah: 11)

Meski demikian, ternyata tidak semua di antara mereka “ulama-ulama” tersebut sesuai dengan harapan dan karateristik para ulama yang sesungguhnya. Terutama untuk hari ini, di tengah krisisnya para ulama yang bisa dijadikan sebagai panutan, berbagai macam syubhat pun terus bermunculan.
Di saat seperti itu, umat mulai kebingungan dalam mencari sosok yang bisa diikuti dan menjadi rujukan dalam persoalan agama. Efeknya, tidak sedikit di antara mereka yang tersesat dan menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya.

Di tengah kelangkaan ulama, kini mulai bermunculan ustadz dan para dai muda yang rutin disiarkan di stasiun televisi. Meskipun —pada kenyataannya— mereka sulit kita sebut sebagai ulama karena seorang ulama itu memiliki syarat dan kriteria tertentu.
Kehadiran mereka cukup membawa animo masyarakat dalam memahami ajaran Islam. Sehingga tidak sedikit juga di antara masyarakat yang mengelu-elukan mereka sebagai ustadz, atau bahkan menganggap sebagai ulama yang layak diteladani.

Pihak stasiun televisi pun banyak yang salah dalam menentukan standar pemilihan ustadz yang layak berbicara soal agama. Mereka lebih banyak menekankan sosok yang tampil itu lebih pada aspek hiburannya saja, tak masalah jika ilmu dan pemahaman para dai itu dangkal.

Bahkan, ketika yang tampil menunjukkan sosok kebanci-bancian atau meniru-niru gaya perempuan pun tidak masalah, no problem, yang penting menghibur. Maka dari itu, tak heran jika sosok ustads yang tampil di televisi umumnya memiliki ilmu dan pemahaman Islam yang dangkal, menjawab pertanyaan audiens dan pemirsa pun sekenanya—bahkan tak jarang melenceng.

Selain itu pula, dalam dunia dakwah juga muncul sejumlah da’i yang menyebarkan syubhat di tengah umat. Kemampuan ilmu mereka mungkin lebih hebat dari pada para da’i yang suka “menghibur pemirsa” di acara-acara televisi. Namun, dakwah yang mereka serukan sering bertolakbelakang dengan prinsip yang diharapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Mereka lebih suka berdekatan dengan para penguasa. Kajian yang mereka sampaikan sering menghibur hati mereka. Fatwa-fatwa yang dikeluarkannya pun tidak jauh dari keinganan yang berkuasa. Meskipun si penguasa itu sendiri tidak mau menerapkan hukum dari Sang Maha Kuasa.
Terhadap da’i seperti itu, Rasulullah SAW telah meperingatkan umatnya akan bahaya mereka. Beliau bersabda:
إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّيْنَ
“Sesungguhnya yang aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah para pemimpin yang menyesatkan.” (HR. Abu Dawud dan ad-Darimi)

Ulama, Tapi Tak Diharapkan Umat

Banyaknya ilmu seseorang tidak cukup menjadi barometer dalam menilai keselamatan manhaj, apalagi kalau hanya sekedar pintar beretorika di depan publik. Seringkali orang yang berilmu tapi tidak menghantarkannya kepada jalan yang diridhai Allah. Bahkan, tak jarang ilmu itu sendiri justru menjadi fitnah yang menyesatkan masyarakat.

Ada beberapa indikasi atau tanda seseorang yang memiliki ilmu namun menyimpang dari jalan yang benar. Dalam kitab Miftah Dar Sa’adah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membuat klasifikasi para pengemban ilmu yang tidak baik—tidak membawa maslahat—menjadi empat jenis.

Beliau lalu berkata, “Keempat golongan tersebut pada hakikatnya bukanlah para pendakwah agama Islam, bukan para imam mujtahid, bukan pula para penuntut ilmu yang sejati. Siapapun dari mereka yang berhubungan dengan ilmu, maka sudah dipastikan itu hanyalah topeng ilmiah belaka. Mereka hanyalah orang-orang yang menyerupai para pengemban ilmu.”

Fitnah manusia tipe seperti ini adalah sebenar-benar fitnah bagi semua orang. Sebab, orang akan tertipu dengan penampilan mereka yang menyerupai para ulama. Lantas, siapa saja keempat golongan tersebut?

Pertama, orang yang sama sekali tidak bisa mengemban amanah. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan dan kemampuan hafalan yang kuat, namun mereka kejernihan jiwa. Ia jadikan ilmunya sebagai alat untuk bekerja mencari nafkah di dunia. Padahal hakikat ilmu adalah alat untuk mencari nafkah di akhirat. Mereka gunakan ilmunya untuk mengumpulkan materi duniawi. Mereka sangat tidak amanah dalam mengemban ilmu yang dimiliknya.

Selamanya, Allah tidak akan menjadikannya sebagai imam. Sebab, orang yang amanah adalah mereka yang tidak memilliki tujuan dan niat untuk kepentingan dirinya dan senantiasa berusaha agar sesuai dengan kebenaran. Maka, ia tidak pernah menggunakan ilmunya untuk berkempanye membangun singgasana kepemimpinannya atau dunianya.

Tipe manusia ini benar-benar telah menjadikan barang dagangan akhirat sebagai barang dagangan dunia, ia telah menkhianati Allah, manusia dan agamanya.

Kedua, orang yang hanya menuruti kesenangannya, sehingga ia selalu menuruti dorongann syahwatnya. Ia akan selalu tunduk kepada orang yang bisa memuaskan keinginannya.

Ketiga, orang yang ambisinya selalu mengumpulkan harta, menginvestasikannya, serta menumpuknya sebanyak mungkin. Itulah kesenangan dalam hidupnya. Urusaan yang lain tidak ada artinya baginya. Tidak ada yang lebih baik selain pekerjaannya tersebut. Betapa jauh posisi orang semacam ini dari ilmu.

Keempat, tipe orang yang hanya menuruti kemauan orang lain. Di dalam hatinya ia tidak memiliki pendirian yang bisa membuatnya merasa senang. Orang seperti ini lemah bashirah-nya. Oleh karena itu, ia hanya menuruti kehendak orang lain.

Lebih lanjut Ibnu Qayyim mengungkapkan alasan mengapa keempat tipe orang tersebut layak disebut pengemban ilmu yang tidak baik dan hanya menjadi fitnah di tengah masyarakat. Di antaranya adalah karena adanya keraguan yang membuat hati mereka cacat, banyaknya syubhat yang menyelimuti mereka. Mereka tidak mampu menepis syubhat ini karena minimnya ilmu dan keyakinannya. Kondisi tersebut sangat berbeda dengan orang yang memiliki ilmu yang kuat mereka akan dapat menepis segala macam bentuk syubhat dengan mudah. (Miftah Dar Sa’adah, 1/261)

Kemudian pada kesempatan yang lain Ibnu Qayyim berkata, “Semua ulama yang mementingkan dunia dan mencintainya sudah bisa dipastikan bahwa dia berdusta atas nama Allah. Ia akan mengatakan kebatilan tentang Allah, baik itu dengan fatwanya, keputusannya, pemberitaannya maupun ketentuan yang dibuatnya. Sebaab, banyak di antara hukum Allah yang bertentangan dengan kemauan dan kepentingan manusia, khususnya kalangan para penguasa dan orang-orang yang menjadi budak hhawa nafsunya. Maka sudah bisa dipastikan bahwa mereka tidak akan dapat meraih impian yang mereka dambakan selain dengan jalan menyelisihi dan menolak kebenaran.”(Ibnu Qayyim dalam Al-Fawa’id)

Demikianlah empat tipe para pengemban ilmu yang tidak diharapkan umat. Ilmu mereka tidak membawa maslahat untuk umat, justru menjadi fitnah yang melahirkan berbagai macam syubhat di tengan masyarakat. Semoga dengan memahami empat jenis para ulama di atas kita bisa pelajaran bagi kita dalam memilih para ulama yang pantas dimintakan pendapatnya dan layak untuk dijadikan teladan dalam kehidupan

0 komentar:

Posting Komentar